PENGERTIAN PENGGELAPAN PAJAK
Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah
penggelapan pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang
berlaku.
Penggelapan pajak (tax evasion) secara umum bersifat
melawan hukum (ilegal) dan mencakup perbuatan sengaja tidak melaporkan secara
lengkap dan benar obyek pajak atau perbuatan melanggar hukum (fraud) lainnya.
Penggelapan pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal
ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri
dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian
dari penghasilannya.
Secara garis besar Penggelapan Pajak (Tax
Evasion) adalah upaya penyelundupan pajak, Suatu skema memperkecil pajak
yang terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan (illegal).
Contoh kasus penggelapan pajak :
·
Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya,
omzet 10 milyar hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5
milyar misalnya.
·
Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan
biaya fiktif;
·
Transaksi export fiktif,
·
Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan
·
tidak melaporkan sebagian penjualan
·
memperbesar biaya dengan cara fiktif
·
memungut pajak tetapi tidak menyetor
Wajib pajak kecil cenderung melakukan penggelapan pajak (Tax Evation).
Karena:
·
Tidak punya kemampuan untuk mencari celah undang-undang
pajak.
·
Apabila dokter/profesional bebas menyembunyikan
sebahagian pendapatannya, kecil kemungkinan diketahui oleh fiscus karena dia
sendiri yang mencatat penghasilannya.
·
Penghasilan para profesional bebas sulit dilacak oleh
fiscus karena biaya yang dibayar oleh pasien kepada dokter tidak mengurangi
penghasilan kena pajak seseorang. Biaya tersebut dianggap sebagai konsumsi.
DJP (Direktorat Jendral Pajak) sebagai otoritas pajak
di Indonesia dalam melaksanakan tugasnya mempunyai dua fungsi besar yaitu
fungsi pelayanan dan fungsi penegakkan hukum. Contoh pelayanan adalah
memberikan pelayanan pendaftaran NPWP, Pengukuhan PKP, Sosialisasi Perpajakan
dan lain-lain. Selain fungsi pelayanan tersebut, DJP juga melakukan penegakkan
hukum bagi pelanggar hukum pajak:
Penegakkan hukum ringan (Soft Law
Enforcement) dikenakan atas pelanggaran yang bersifat administrasi,
yaitu berupa denda dan/atau bunga (sanksi administrasi umum), misalnya telat
lapor SPT tahunan Orang pribadi dikenakan denda Rp. 100.000,-
Penegakkan hukum berat (Hard Law
Enforcement) dikenakan atas tindak pidana perpajakan, sanksi yang
dikenakan adalah sanksi administrasi khusus dan sanksi pidana.
Berikut ringkasan beberapa pasal dalam KUP yang dikenakan atas tindak pidana perpajakan diantaranya:
Pasal 38: Perbuatan alpa dalam pidana pajak, Tidak menyampaikan SPT, Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar (bukan untuk pertama kali), dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana Kurungan maksimal satu tahun, atau Denda maksimal dua kali pajak yang terutang atau kurang dibayar.
Pasal 39 Ayat (1): Perbuatan sengaja :
·
Tidak mendaftarkan diri;
·
Menyalahgunakan NPWP/NPPKP;
·
Tidak menyampaikan SPT;
·
Menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/tidak
lengkap;
·
Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
·
Memperlihatkan pembukuan palsu/dipalsukan;
·
Tidak menyelenggarakan/memperlihatkan/meminjamkan
Pembukuan;
·
Tidak menyimpan buku, catatan, dokumen cfm pasal
28 ayat (11) UU KUP;
·
Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut,
Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
Negara, dikenakan sanksi pidana Penjara minimal 6 bulan maksimal 6
Tahun dan Denda minimal 2 kali maksimal 4 kali jumlah pajak
yang terutang/kurang dibayar
Pasal 39 ayat (2) : Pengulangan perbuatan Pidana; Ancaman Pidana sebagaimana dimaksud (Pasal 39 Ayat (1)) dilipatkan dua, Dengan syarat belum lewat satu tahun selesai menjalani pidana, melakukan lagi Tindak Pidana
Pasal 39 ayat (3) : Perbuatan Percobaan Pidana, Percobaan :
Pasal 39 ayat (2) : Pengulangan perbuatan Pidana; Ancaman Pidana sebagaimana dimaksud (Pasal 39 Ayat (1)) dilipatkan dua, Dengan syarat belum lewat satu tahun selesai menjalani pidana, melakukan lagi Tindak Pidana
Pasal 39 ayat (3) : Perbuatan Percobaan Pidana, Percobaan :
·
Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau
NPPKP.
·
Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap.
(Dalam rangka mengajukan restitusi atau kompensasi
atau pengkreditan pajak), sanksi Pidana Penjara Minimal 6 Bulan Maksimal 2
Tahun dan Denda Minimal 2 Kali Maksimal 4 Kali jumlah restitusi atau kompensasi
atau pengkreditan pajak.
Pasal 39A : Sengaja Menerbitkan dan/atau menggunakan Faktur pajak, bukti potput, dan /atau SSP yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP, sanksi pidana Penjara minimal 2 Tahun maksimal 6 Tahun Serta Denda Minimal 2 Kali Maksimal 6 Kali jumlah faktur pajak atau Potput atau SSP.
Pasal 39A : Sengaja Menerbitkan dan/atau menggunakan Faktur pajak, bukti potput, dan /atau SSP yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP, sanksi pidana Penjara minimal 2 Tahun maksimal 6 Tahun Serta Denda Minimal 2 Kali Maksimal 6 Kali jumlah faktur pajak atau Potput atau SSP.
Pasal 41A : Tidak memberikan
keterangan/bukti, Apabila dalam menjalankan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari
bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau
pihak ketiga lainnya, terkait dengan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau
penyidikan tindak pidana atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak,
pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta.
(Pasal 35 ayat (1) UU KUP).
Setiap orang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 41B : menghalangi/mempersulit penyidikan, Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 41C : Tidak memberikan data/informasi :
Setiap orang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 41B : menghalangi/mempersulit penyidikan, Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 41C : Tidak memberikan data/informasi :
1.
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan
pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 35 ayat (1) UU KUP) jika
setiap orang dengan sengaja tidak memenuhinya, diancam pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00.
2.
Setiap orang dengan sengaja menyebabkan tidak
terpenuhinya kewajiban Pasal 35A ayat (1), pidana kurungan paling lama 10
(sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00
3.
Setiap orang dengan sengaja tidak memberikan data dan
informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak, pidana kurungan paling
lama 10 (sepuluh) bulan atau denda maks. Rp800.000.000,00
4.
Setiap orang dengan sengaja menyalahgunakan data dan
informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada Negara, pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00.
Pasal 43: Penyertaan Perbuatan Pidana,
1.
Ketentuan sebagaimana pasal 39 dan 39A berlaku
juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari wajib pajak atau pihak lain yang menyuruh
melakukan, turut serta melakukan, menganjurkan, membantu melakukan tindak
pidana
2.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan 41B
berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan atau yang membantu
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Pasal 40 : Daluarsa: Tindak
Pidana di Bidang Perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau sepuluh tahun
sejak:
·
saat terutangnya pajak,
·
berakhirnya Masa Pajak,
·
berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau
·
berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan
Pasal 34: Rahasia Jabatan: Pejabat
dan Tenaga Ahli dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang
diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka jabatan atau
pekerjaannya.
Kecuali pejabat dan tenaga ahli :
Kecuali pejabat dan tenaga ahli :
·
sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan;
atau
·
ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan
keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang
berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara.
Sanksi karena :
1.
ALPA: Pidana kurungan selama-lamanya satu tahun, dan
denda setinggi-tingginya Rp25.000.000,00
2.
SENGAJA : Pidana Penjara selama-lamanya dua tahun, dan
denda setinggi-tingginya Rp50.000.000,00
Pasal 36A: Pegawai Pajak yang: terbukti
melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak, menguntungkan diri
sendiri, diancam dengan pidana Pasal 368 KUHP;
dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya:
dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya:
1.
memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu,
2.
untuk membayar atau
3.
menerima pembayaran, atau
4.
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,
diancam dengan pidana Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tipikor dan perubahannya.
Akibat-Akibat Penggelapan Pajak
1. Dalam bidang
keuangan
Pengelakan pajak merupakan pos kerugian bagi kas negara
karena dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara anggaran dan
konsekuensi-konsekuensi lain yang berhubungan dengan itu, seperti kenaikan
tarif pajak, keadaan inflasi, dll.
2. Dalam bidang ekonomi
Pengelakan pajak sangat mempengaruhi persaingan sehat
diantara para pengusaha. Maksudnya, pengusaha yang melakukan pengelakan pajak
dengan cara menekan biayanya secara tidak wajar. Sehingga, perusahaan yang
mengelakkan pajak memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan pengusaha
yang jujur. Walaupun dengan usaha dan produktifitas yang sama, si pengelak
pajak mendapat keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pengusaha yang
jujur.
Pengelakan pajak menyebabkan stagnasi (macetnya) pertumbuhan
ekonomi atau perputaran roda ekonomi. Jika mereka terbiasa melakukan pengelakan
pajak, mereka tidak akan meningkatkan produktifitas mereka. Untuk memperoleh
laba yang lebih besar, mereka akan melakukan pengelakan pajak.
Langkanya modal karena wajib pajak berusaha menyembunyikan
penghasilannya agar tidak diketahui fiscus. Sehingga mereka tidak berani
menawarkan uang hasil penggelapan pajak tersebut ke pasar modal.
3. Dalam bidang
psikologi
Jika wajib pajak terbiasa melakukan penggelapan pajak, itu sama saja
membiasakan untuk selalu melanggar undang-undang. Jika wajib pajak menggelapkan
pajak, maka wajib pajak mendapatkan keuntungan bersih yang lebih besar. Jika
perbuatannya melangggar undang-undang tidak diketahui oleh fiscus, maka dia
akan senang karena tidak terkena sangsi dan menimbulkan keinginan untuk
mengulangi perbuatannya itu lagi pada tahun-tahun berikutnya dan diperluas lagi
tidak hanya pada pelanggaran undang-undang pajak, tetapi juga undang-undang
yang lainnya.
Sumber Referensi :
http://amtadin.blogspot.com/2016/04/penggelapan-pajak.html
Sumber Referensi :
http://amtadin.blogspot.com/2016/04/penggelapan-pajak.html